Mengapa Rumah Ra Tak Pernah Menang

Saya duduk di meja mahjong bukan untuk menang, tapi untuk mengingat. Ubin-ubin bukan sekadar potongan plastik—mereka adalah prasasti dari kuil yang terlupakan, setiapnya ukir dengan napas permainan dinastik. Tanganku bergerak perlah karena kecepatan adalah ilusi; strategi sejati hidup dalam keheningan. Aku melihat pemain berkejar pola tinggi seperti Tiga Terlantar atau Tuju Pasangan—tapi yang mereka lewat adalah keheningan di antara taruhan. Permainan ini tak memberi hadiah pada keberuntungan; ia memberi kehadiran. RNG bukan sekadar algoritma—ia adalah nenek moyang. Setiap taruhan membawa gema lonceng di hutan bambu tengah malam.

Selama bertahun, aku menyaksikan pemain baru salah mengira ubin sebagai keberuntungan, dan veteran keliru menganggap taruhan sebagai takdir. Tapi mereka yang kembali—lagi dan lagi—belajar ini: kemenangan tak ditemukan pada poin, tapi pada jeda. Hadiah sejati bukan uang—tapi kejelasan.

Ketika kau bermain dengan jiwa, kau tak mengejar naga—kau menjadi bayangannya. Rumah Ra tak menang karena tak bisa disentuh oleh keserakahan. Ia menang hanya ketika keheningan menjadi strategimu—dan ketika kau berhenti bermain untuk menang, dan mulai bermain untuk merasakan.